Artikel Pengaruh Senam Lansia

Rom Lansia Senam Lansia

Berikut merupakan hasil penelitian skripsi saya mngenai pengaruh senam pivot lansia terhadap peningkatan ROM (Range of motion) sendi ekstremitas superior lansia di Desa Junrejo, Kota Batu Malang. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada artikel berikut. semoga bermanfaat, terima kasih..

Klik link berikut untuk artikelnya

http://priyosport07.sportsblog.com/posts/563171/artikel_pengaruh_senam_lansia.html

Contoh RPE SMP Kelas 8 semester genap

Untuk berikut, saya mencoba memberikan contoh dari RPE (Rencana Pekan Efektif) untuk SMP kelas 8 Semester genap. silahkan didownload sendiri berikut. semoga bermanfaat..n jng lupa dikomen jg..terima kasih,,

Klik link dibawah untuk download filenya..terima kasih

http://priyosport07.sportsblog.com/posts/563172/contoh_rpe_smp_kelas_8.html

Permainan Tradisional Bedhil-bedhilan

BEDHIL-BEDHILAN
(DOLANAN ANAK TRADISIONAL-5)

Entahlah, mungkin karena terinspirasi oleh senjata yang pernah dibawa oleh penjajah di kala itu, anak-anak masyarakat Jawa dua generasi dari sekarang atau yang lebih tua, mengenal permainan anak yang disebut dengan istilah Jawa bedhil-bedhilan. Dalam bahasa Indonesia artinya sama dengan permainan yang menyerupai pistol-pistolan. Walaupun sebenarnya kalau dilihat sepintas tidak mirip sama sekali. Namun bisa jadi penamaan itu diambil dari suara yang dihasilkan dari permainan bedhil-bedhilan yang bersuara mirip pistol “dor-dor-dor”.

Itulah sekelumit penamaan permainan bedhil-bedhilan yang dikenal oleh anak-anak masyarakat Jawa tempo dulu. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak laki-laki, walaupun kadang ada pula anak perempuan yang bermain bedhil-bedhilan. Bahan yang sering dipakai diambil dari sekitar lingkungan alam di sekitar rumah. Biasanya anak-anak membuat bedhil-bedhilan dari bahan bambu yang berukuran kecil. Bahan tersebut biasanya diambil dari ranting bambu apus atau beberapa jenis bambu lainnya. Bambu kecil tersebut berdiameter sekitar 1-2 cm dan diambil setiap 1 ruas. Kemudian ruas tersebut dipotong menjadi dua bagian. Bagian bawah dengan ruas tertutup lebih pendek, sementara ruas atas lebih panjang dan dua ujung berlubang. Biasanya dengan perbandingan panjang 1:3. Bambu ruas pendek kemudian dimasuki potongan stik yang berasal dari bambu pula, tetapi biasanya yang sudah kering, agar lebih kuat. Sisa potongan stik kayu dikerut hingga kecil, sehingga bisa masuk pada potongan bambu yang berukuran panjang. Sisa potongan stik kemudian dipotong satu cm lebih pendek dari panjang bambu yang berukuran panjang. Maka jadilah permainan tradisional bedhil-bedhilan.

Sementara peluru yang dipakai biasanya bunga jambu air yang sudah rontok. Bisa yang masih kuncup atau yang sudah mekar. Bunga jambu air itu biasa disebut cengkaruk. Bisa juga peluru berasal dari bunga pohon mlandhing (lamtoro gung yang berukuran kecil) yang masih kecil, belum mekar putiknya. Pohon-pohon tersebut biasanya tumbuh di halaman atau pagar pembatas pekarangan rumah, sehingga ketika zaman itu mudah mencarinya. Dan yang jelas semua bahan gratis tidak usah membeli, tinggal mencari. Jika tidak ada bunga-bunga di atas, bisa pula memakai kertas koran yang sudah dibasahi air. Tetapi untuk peluru yang terakhir ini, sering ngadat (macet) di dalam lubang bedhil-bedhilan, sehingga susah dikeluarkan jika terlalu padat atau kebesaran.
Continue reading

Permainan Tradisional Gobag Sodor

GOBAG SODOR
(DOLANAN ANAK TRADISIONAL-7)

Dolanan tradisional gobag sodor ini tentu sudah tidak asing lagi bagi anak-anak masyarakat Jawa yang sekarang berumur 30 tahun ke atas. Permainan yang akrab di kalangan anak-anak di tahun 1970-an ini sering dimainkan oleh anak laki-laki maupun kadang-kadang orang dewasa oleh kalangan masyarakat Jawa di kala waktu senggang, apalagi ketika malam bulan purnama. Salah satu kegiatan mengisi bulan purnama biasanya dengan memainkan dolanan tradisional berupa dolanan gobag sodor. Permainan ini ternyata juga sudah terekam dalam Baoesastra (kamus) Djawa tahun 1939 karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij, N.V. Groningen, Batavia. Di kamus itu tercatat di halaman 158, disebutkan hanya dengan istilah gobag, yang menerangkan sebagai sebuah jenis permainan anak. Di masyarakat Jawa seringkali pula disebut dengan permainan gobag sodor.
Continue reading

Permainan Tradisional Kucing-Kucingan

KUCING-KUCINGAN
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-37)

Kucing-kucingan, adalah satu satu jenis permainan tradisional masyarakat Jawa yang juga sudah lama dikenal, setidaknya pada tahun 1913 (menurut sebuah sumber pustaka Serat Karya Saraja). Permainan ini menyebar di berbagai daerah di Jawa, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI. Yogyakarta. Dolanan ini juga sering disebut dolanan Kus-Kusan atau Alih Lintang. Kenapa lebih dikenal dengan nama dolanan kucing-kucingan? Pada prinsipnya, pada dolanan ini ada sebuah syair yang sering dilantunkan berirama secara bersama-sama oleh semua pemain, yang bunyinya” Dha mbuwang kucing gering”. Selain itu, dalam dolanan ini juga banyak dijumpai anak-anak berlari-lari dalam permainannya. Itulah sebabnya, masyarakat Jawa menamai dolanan ini dengan dolanan kucing-kucingan. Ada kalanya, dolanan lain yang agak berbeda, di daerah lain juga kadang menamai sebuah dolanan itu dengan nama kucing-kucingan.

Dolanan kucing-kucingan yang dimaksud di sini adalah sebuah permainan anak yang melibatkan 5 pemain (bisa laki-laki semua atau perempuan semua). Umumnya yang bermain dolanan kucing-kucingan adalah anak laki-laki, karena membutuhkan kekuatan fisik untuk berlari. Sementara alat yang digunakan untuk dolanan ini, hanya membutuhkan halaman yang luas, bisa halaman rumah, halaman kebun, atau lapangan. Di halaman inilah, anak-anak mulai membuat garis silang tegak lurus dengan panjang garis masing-masing sekitar 2,5 meter. Kemudian, keempat ujung garis dibuat lingkaran kecil dengan kaki yang melingkar. Sementara tengah garis, nantinya dipakai untuk pemain dadi. Continue reading

Permainan Tradisional Engrang

EGRANG

Alat permainan tradisional satu ini sudah tidak asing lagi bagi anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa, karena hampir pasti bisa ditemui dengan mudah di berbagai tempat di pelosok pedesaan dan perkotaan, pada masa lalu. Egrang termasuk dolanan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda. Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata egrang-egrangan diartikan dolanan dengan menggunakan alat yang dinamakan egrang. Sementara egrang sendiri diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak berjalan.

Egrang dibuat secara sederhana dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan egrang. Boleh jadi, anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa membuat permainan egrang dengan memakai bahan dari bambu, karena bahan ini banyak dijumpai di alam sekitarnya. Bambu banyak tumbuh di pekarangan rumah atau di pinggir-pinggir sungai. Selain itu bambu juga merupakan bahan yang cukup kuat untuk permainan ini. Bambu yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah. Continue reading